Rabu, 17 November 2010

Perlindungan Hak untuk Produk Kerajinan Tangan di Indonesia

Kita tentu sudah sering mendengar dan bahkan mungkin telah sering membeli dan berbelanja kerajinan tangan buatan Indonesia baik untuk diri sendiri maupun sebagai buah tangan bagi handai taulan. Siapa yang belum pernah mendengar batik Pekalongan, ukiran dari Jepara, Bali, Keramik Kasongan Yogya, perhiasan perak dari Yogya, dan lukisan kaca Cirebon. Ya, masing-masing daerah di Indonesia memiliki kerajinan tangan khas yang sangat indah. Kerajinan tangan tersebut tidak hanya dikonsumsi oleh orang Indonesia sendiri, tapi banyak yang telah diekspor ke manca negara. Banyak pengusaha baik dalam negeri maupun asing yang mendatangi tempat-tempat produksi kerajinan tangan tersebut dan kemudian mengekspor produk-produk kerajinan tangan tersebut ke USA, negara-negara Eropa, Jepang, dan negara-negara lainnya.
Hal tersebut tentu merupakan kebanggaan, apalagi ternyata produk kerajinan tangan Indonesia begitu diminati oleh banyak penduduk dunia. Akan tetapi yang juga patut diperhatikan adalah bagaimana dengan perlindungan hak kekayaan intelektual (HKI) terhadap produk-produk kerajinan tangan tersebut. Dengan beredarnya produk-produk kerajinan tangan Indonesia tersebut di manca negara, dapat membuka peluang terjadinya pelanggaran hak kekayaan intelektual.
Menurut WIPO (World Intellectual Property Organization) produk kerajinan tangan termasuk didalamnya variasi barang yang terbuat dari bermacam-macam bahan. Keragaman bahan ini membuat agak sulit memberi definisi yang memuaskan dari bahan, teknik produksi, dan fungsi produk kerajinan tangan. Enam bahan utama produk kerajinan tangan dapat berupa serat tumbuhan, kulit, besi, tanah liat, kain, dan kayu. Bahan lainnya adalah variasi hewan, bahan tumbuhan atau mineral. Selain itu, bahan-bahan dapat meliputi pula batu, kaca, gading, tulang, tanduk, cangkang, kerang, atau mutiara. Para pembuat kerajinan tangan yang biasanya disebut pengrajin, menganggap diri mereka sebagai orang bisnis, sehingga mereka tentu saja berproduksi dengan motif ekonomi. Di lain pihak, konsumen ekspor dan pengekspor biasanya memandang para pengrajin ini sebagai sumber produksi biaya rendah.
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh para pengrajin sebelum mereka memasarkan produk kerajinan tangan tersebut. Pertama, mereka harus sadar bahwa merekalah pemilik HKI atas produk kerajinan tangan yang mereka produksi. Terkadang hal tersebut agak sulit didefinisikan karena terkadang desain atas produk kerajinan tangan yang mereka buat atau produksi biasanya merupakan desain komunal dan bukan kreasi pribadi. Walaupun tentu banyak juga para pengrajin ini yang menciptakan desain sendiri. Apabila desain tersebut adalah desain komunal atau turun-temurun, tentu saja pemilik HKI atas desain tersebut adalah masyarakat daerah tersebut.
Hal kedua yang harus diperhatikan adalah HKI apa sajakah yang meliputi produk atau desain kerajinan tangan tersebut. HKI atas produk maupun desain kerajinan tangan dapat berupa hak cipta, merek, paten, desain industri, rahasia dagang, dan indikasi geografis. Biasanya yang paling utama para pengrajin perlukan adalah hak cipta atas desain produk serta merek dagang atas produk kerajinan namun tidak menutupi kemungkinan atas pendaftaran HKI yang lain.
Perlindungan HKI atas produk kerajinan tangan dapat memberikan bukti bahwa memang benar para pengrajin tersebut, pemilik HKI atas kerajinan tangan tersebut. Hal ini penting apabila terjadi pelanggaran atau pemalsuan atas produk mereka. Apabila terjadi pelanggaran atau pemalsuan maka para pengrajin memiliki bukti sah kepemilikan HKI.
Pertanyaan berikutnya adalah mengapa para perajin harus mendapatkan dan menegakkan perlindungan HKI atas produk kerajinan tangan tersebut. Alasan utama adalah agar mereka mendapatkan keuntungan dari kreasi mereka. Aset HKI hanya dapat memberi keuntungan kepada pemiliknya apabila pelanggar maupun pemalsu kreasi mereka tidak bisa mendapatkan keuntungan dari kreasi mereka karena mekanisme penegakan yang efektif. Pelanggaran yang dapat terjadi atas produk kerajinan tangan antara lain pelanggaran merek, pelanggaran hak cipta, pelanggaran desain industri, dan pelanggaran paten.
Aksi apakah yang dapat dilakukan melawan pelanggaran? Hal pertama yang dapat dilakukan apabila para pengrajin menemukan pelanggaran atau pemalsuan atas produk kerajinan tangan mereka, maka para pengrajin tersebut selaku pemilik HKI dapat mengajukan surat peringatan kepada pelaku pelanggaran atau pemalsuan bahwa mereka telah melakukan pelanggaran atas produk kerajinan tangan dan diharapkan agar pelaku pelanggaran atau pemalsuan tersebut menghentikan perbuatan itu.
Langkah kedua adalah para pengrajin pemilik HKI dapat meminta pengadilan menerbitkan surat perintah kepada pelaku pelanggaran atau pemalsuan untuk menghentikan perbuatan mereka. Langkah ini terkadang lebih membuat takut para pelaku pelanggaran atau pemalsuan.
Langkah ketiga yang dapat dilakukan oleh para pengrajin yaitu dengan mengajukan kepada pengadilan. Membawa pelanggaran atau pemalsuan kepada pengadilan dapat disarankan apabila para pelaku pengrajin memiliki bukti yang kuat bahwa merekalah pemilik sah HKI atas produk kerajinan tangan yang dipalsukan tersebut. Selain itu, para pengrajin tersebut dapat membuktikan bahwa merekalah pemilik HKI yang sah.
Hasil akhir yang diharapkan atas dilindunginya produk kerajinan tangan Indonesia adalah semakin memperkenalkan produk kerajinan tangan Indonesia sebagai buatan para pengrajin Indonesia serta meningkatkan kemakmuran para pengrajinnya dan meningkatkan komoditi ekspor. Diharapkan tidak terjadi lagi produk kerajinan tangan asli Indonesia, tetapi dipasarkan oleh para pemalsu atau pembajak.


by: Clarissa
Sumber: http://galleryhandicraft.com/hki-terhadap-produk-kerajinan-tangan-indonesia.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar