Keramik atau gerabah adalah hasil dari sebuah kebudayaan. Sebuah bukti, jejak, maupun wujud dari kebudayaan. “Walau demikian, tidak aneh ketika desain keramik berubah. Sah-sah saja, karena kebudayaan selalu berkembang, seiring kemajuan manusia,” tandas Sumarsono, antropolog dari Departemen Kebudayaan dan Pariwisata.
Pendapat antropolog Sumarsono ini, dikemukakan menyikapi fenomena revolusi desain keramik, dari bentuk tradisional menjadi kontemporer. Dari pembuatan sesuai pakem dan desain menurut rasa seni setempat, menjadi modernisasi pembuatan serta desain mengikuti permintaan konsumen dan tren pasar.
Revolusi, redesain, atau apa pun namanya, merupakan usulan para peserta Jelajah Budaya Kalimantan Barat—difasilitasi staf Deputi Hubungan Antarbudaya, Departemen Kebudayaan dan Pariwisata dan Balai Kajian Sejarah dan Nilai Tradisional Pontianak—menyikapi kemunduran industri Keramik Singkawang.
Ada pun revolusi keramik, ternyata tidak ditabukan dalam industri keramik. Simaklah revolusi desain pada ornamen tempel di sentra keramik Kasongan, Kabupaten Bantul, Yogyakarta, sentra keramik di Plered, Kabupaten Purwakarta, Jabar, dan sentra keramik Sitiwinangun, di Kabupaten Cirebon, Jabar.
Ornamen tempel di Kasongan, misalnya, membuat perajin keramik setempat tidak hanya memproduksi keramik konvensional, seperti kuali, gentong, dan bentuk tabung lainnya—yang membosankan. Tapi mencipta bentuk-bentuk gentong, dengan kepala gajah dilengkapi belalai menjuntai, atau bentuk lain yang sangat artistik.
Salah satu perajin keramik, yang sukses menelorkan karya-karya keramik inovatif, adalah F Widayanto. Dengan sederetan karya, beride dasar loro blonyo—patung pasangan pengantin Jawa, dia mengentaskan keramik ke strata lebih tinggi. Keramik sebagai barang pajangan kaum elite, bagian dari interior rumah, bukan sekedar katakanlah “peralatan masak-peralatan dapur”.
http://www.pinboo.org proprint_pinboo@yahoo.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar